BAB I
NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KERANGKA PRAKTIK PENYELENG GARAAN PEMERINTAHAN NEGARA
A. Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia
1. Macam-Macam Kekuasaan Negara
Menurut John Locke kekuasaan negara dapat dibagi menjadi tiga kekuasaan yaitu:
a. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang
b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-
undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap
undang- undang
c. Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri.
Sedangkan menurut Montesquieu kekuasaan negara dibagi :
a. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang
b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang- undang
c. Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mempertahankan
undang-undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran
terhadap undang-undang.
2. Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia
Menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penerapan pembagian
kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian
kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.
a. Pembagian kekuasaan secara horizontal
1) Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang
dan penyelenggaraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh
Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
3) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang- undang.
Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 .
4) Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman yaitu kekuasaan
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
5) Kekuasaan eksaminatif atau inspektif, yaitu kekuasaan yang
berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat
(1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Pembagian Kekuasaan Secara Vertikal
Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan
menurut tingkat nya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa
tingkatan pemerintahan. Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul
sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, pemerintah pusat
menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom
(provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan
pemerintahan di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah pusat, yaitu kewena ngan yang berkaitan dengan
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter dan
fiskal. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
B. Kedudukan dan fungsi Kementerian negara Republik Indonesia dan lembaga pemerintahan non departemen
1. Tugas Kementerian Negara Republik Indonesia
Keberadaan Kementerian Negara Republik Indonesia diatur secara tegas
dalam Pasal 17 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan
sebagai berikut.
a. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
b. Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
c. Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
d. Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.
Pasal 17 ayat (3) UUD NRI tahun 1945 menyebutkan bahwa “setiap
menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.” Dengan kata
lain, setiap kementerian negara masing-masing mempunyai tugas sendiri.
Adapun urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab kementerian
negara adalah sebagai berikut.
a. Urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas
disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi
urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan.
b. Urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi urusan agama, hukum, keuangan,
keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial,
ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan
umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.
c. Urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan
sinkronisasi program pemerintah, meliputi urusan perencanaan pembangunan
nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik
negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan,
teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata,
pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan
kawasan atau daerah tertingg
2. Klasifikasi Kementerian Negara Republik Indonesia
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015
tentang Organisasi Kementerian Negara. Kementerian Negara Republik
Indonesia dapat diklasifi kasikan berdasarkan urusan pemerintahan yang
ditanganinya.
a. Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang nomenklatur/
nama kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 adalah sebagai berikut.
1) Kementerian Dalam Negeri
2) Kementerian Luar Negeri
3) Kementerian Pertahanan
b. Kementerian yang mempunyai tugas penyelenggarakan urusan tertentu
dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara dengan upaya pencapaian tujuan kementerian sebagai
bagian dari tujuan pembangunan nasional. Kementerian yang menangani
urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD Tahun
1945 adalah sebagai berikut.
1) Kementerian Agama
2) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
3) Kementerian Keuangan
4) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
5) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
6) Kementerian Kesehatan
7) Kementerian Sosial
8) Kementerian Ketenagakerjaan
9) Kementerian Perindustrian
10) Kementerian Perdagangan
11) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
12) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
13) Kementerian Perhubungan
14) Kementerian Komunikasi dan Informatika
15) Kementerian Pertanian
16) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
17) Kementerian Kelautan dan Perikanan
18) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
19) Kementerian Agraria dan Tata Ruang
c. Kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu
dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara serta menjalankan fungsi perumusan dan penetapan
kebijakan di bidangnya, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan
kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang
menjadi tanggung jawabnya, dan pengawasan atas pelaksanaan tugas di
bidangnya. Kementerian ini yang menangani urusan pemerintahan dalam
rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.
1) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
2) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
3) Kementerian Badan Usaha Milik Negara
4) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
5) Kementerian Pariwisata
6) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
7) Kementerian Pemuda dan Olahraga
8) Kementerian Sekretariat Negara
Selain kementerian yang menangani urusan pemerintahan di atas, ada
juga kementerian koordinator yang bertugas melakukan sinkronisasi dan
koordinasi urusan kementerian-kementerian yang berada di dalam lingkup
tugasnya. Kementerian koordinator, terdiri atas beberapa kementerian
sebagai berikut.
1) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
a) Kementerian Dalam Negeri
b) Kementerian Hukum dan HAM
c) Kementerian Luar Negeri
d) Kementerian Pertahanan
e) Kementerian Komunikasi dan Informatika
f) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
2) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
a) Kementerian Keuangan
b) Kementerian Ketenagakerjaan
c) Kementerian Perindustrian
d) Kementerian Perdagangan
e) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
f) Kementerian Pertanian
g) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
h) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
i) Kementerian Badan Usaha Milik Negara
j) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
3) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
a) Kementerian Agama;
b) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
c) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;
d) Kementerian Kesehatan;
e) Kementerian Sosial;
f) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi;
g) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; dan
h) Kementerian Pemuda dan Olahraga.
4) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
a) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
b) Kementerian Perhubungan
c) Kementerian Kelautan dan Perikanan
d) Kementerian Pariwisata
3. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian
Selain memiliki Kementerian Negara, Republik Indonesia juga memiliki
Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) yang dahulu namanya Lembaga
Pemerintah Non-Departemen. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian merupakan
lembaga negara yang dibentuk untuk membantu presiden dalam melaksanakan
tugas pemerintahan tertentu. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian berada
di bawah presiden dan bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui
menteri atau pejabat setingkat menteri yang terkait.
Keberadaan LPNK diatur oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia, yaitu
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non-Departemen. Diantaranya adalah; Arsip Nasional
Republik Indonesia (ANRI), Badan Informasi Geospasial (BIG); Badan
Intelijen Negara (BIN); Badan Kepegawaian Negara (BKN), di bawah
koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi; dan lain-lain.
C. Nilai-nilai Pancasila dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Sistem nilai adalah konsep atau gagasan yang menyeluruh mengenai
sesuatu yang hidup dalam pikiran seseorang atau sebagian besar anggota
masyarakat tentang apa yang dipandang baik
Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 merupakan
landasan bangsa Indonesia yang mengandung tiga tata nilai utama, yaitu
dimensi spiritual, dimensi kultural, dan dimensi institusional.
a. Dimensi spiritual mengandung makna bahwa Pancasila mengandung
nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai
landasan keseluruhan nilai dalam falsafah negara.
b. Dimensi kultural mengandung makna bahwa Pancasila merupakan landasan
falsafah negara, pandangan hidup bernegara, dan sebagai dasar negara.
c. Dimensi institusional mengandung makna bahwa Pancasila harus sebagai
landasan utama untuk mencapai cita-cita dan tujuan bernegara, dan dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Aktualisasi nilai spiritual dalam Pancasila tergambar dalam Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa dalam praktik
penyelenggaraan pemerintahan tidak boleh meninggalkan prinsip keimanan
dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai ini menunjukkan adanya
pengakuan bahwa manusia, terutama penyelenggara negara memiliki
keterpautan hubungan dengan Sang Penciptanya. Artinya, di dalam
menjalankan tugas sebagai penyelenggara negara tidak hanya dituntut
patuh terhadap peraturan yang berkaitan dengan tugasnya, tetapi juga
harus dilandasi oleh satu pertanggungjawaban kelak kepada Tuhannya di
dalam pelaksanaan tugasnya.
Hubungan antara manusia dan Tuhan yang tercermin dalam sila pertama
sesungguhnya dapat memberikan rambu-rambu agar tidak melakukan
pelanggaran-pelanggaran, terutama ketika seseorang harus melakukan
korupsi atau penyelewengan harta negara lainnya dan perilaku negatif
lainnya. Nilai spiritual inilah yang tidak ada dalam doktrin good
governance yang selama ini menjadi panduan dalam praktek penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia. Nilai spiritual dalam Pancasila ini
sekaligus menjadi nilai yang seharusnya dapat teraktualisasi dalam tata
kelola pemerintahan.
Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, nilai falsafah
termanifestasikan di setiap proses perumusan kebijakan dan
implementasinya. Nilai Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan
utuh di setiap praktik penyelenggaraan pemerintahan khususnya dalam
memberikan pelayanan lepada masyarakat agar tidak terjadi perlakuan yang
sewenang dan diskriminatif.
Selain itu, nilai spiritualitas menjadi pemandu bagi penyelenggaraan
pemerintahan agar tidak melakukan aktivitas-aktivitas di luar kewenangan
dan ketentuan yang sudah digariskan.
BAB II
KETENTUAN UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG WARGA NEGARA, PENDUDUK, AGAMA DAN KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YME
A. Kedudukan Warga Negara dan Penduduk Indonesia
Perbedaan Antara Kedudukan Warga Negara dan Penduduk Indonesia.
a. Penduduk dan Bukan Penduduk.
Penduduk adalah orang yang bertempat tinggal atau menetap dalam suatu
negara, sedang yang bukan penduduk adalah orang yang berada di suatu
wilayah suatu negara dan tidak bertujuan tinggal atau menetap di wilayah
negara tersebut.
b. Warga Negara dan Bukan Warga Negara.
Warga negara ialah orang yang secara hukum merupakan anggota dari suatu
negara, sedangkan bukan warga negara disebut orang asing atau warga
negara asing.
Rakyat sebagai penghuni negara, mempunyai peranan penting, menurut Pasal 26 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga negara.
2) Penduduk ialah Warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Asas-asas Kewarganegaraan Indonesia
a. Asas Ius sanguinis (keturunan) yaitu kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan pada keturunan orang bersangkutan
b. Asas Ius Soli (tempat lahir) yaitu kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan tempat kelahiran
Istilah-istilah lain yang berkaitan dengan Kewarganegaraan :
– Apatride yaitu adanya seorang penduduk yang sama sekali tidak mempunyai kewarganegaraan.
– Bipatride, yaitu adanya seorang penduduk yang mempunyai dua macamkewarganegaraan sekaligus (kewarganegaraan rangkap).
– Stelsel aktif yaitu seseorang harus melakukan tindakan hukum tertentu
secara aktif untuk menjadi warga negara (naturalisasi biasa)
– Stelsel pasif yaitu seseorang dengan sendirinya dianggap menjadi warga
negara tanpa melakukan sutu tindakan hukum tertentu (naturalisasi
Istimewa)
– Hak opsi, yaitu hak untuk memilih suatu kewarganegaraan (dalam stelsel aktif)
– Hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak suatu kewarganegaraan (stelsel pasif)
– Naturalisai, yaitu proses permohonan seseorang untuk menjadi warga negara suatu negara
Berdasarkan uraian di atas, asas kewarganegaraan apa yang dianut oleh
negara kita ? Menurut penjelasan Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dinyatakan bahwa Indonesia
dalam penentuan kewarganegaraan menganut asas-asas sebagai berikut.
a. Asas ius sanguinis, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan keturunan, bukan bersasarkan negara tempat
dilahirkan.
b. Asasiussolisecaraterbatas,yaituasasyangmenentukankewarganegaraan
seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan
terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur
undang-undang.
c. Asas kewarganegaraan tunggal, yaitu asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
d. Asas kewarganegaraan ganda terbatas, yaitu asas yang menentukan
kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam undang-undang.
B. Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan YME di Indonesia
1. Pengertian Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan
Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan mengandung makna bahwa setiap
manusia bebas memilih, melaksanakan ajaran agama menurut keyakinan dan
kepercayaannya, dan dalam hal ini tidak boleh dipaksa oleh
siapapun, baik itu oleh pemerintah, pejabat agama, masyarakat, maupun
orang tua sendiri.
Kemerdekaan beragama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pasal 28 E ayat (1) dan (2).
a. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.
b. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Di samping itu, dalam pasal 29 UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 ayat (2) disebutkan, bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agama dan kepercayaannya itu.
Seluruh warga negara berhak atas kemerdekaan beragama seutuhnya, tanpa
harus khawatir negara akan mengurangi kemerdekaan itu. Hal ini
dikarenakan kemerdekaan beragama tidak boleh dikurangi dengan alasan
apapun sebagaimana diatur dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa hak untuk hidup, hak untuk
tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama,
hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa
pun. Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketentuan tersebut, diperlukan
hal-hal sebagai berikut.
a. Adanya pengakuan yang sama oleh pemerintah terhadap agama- agama yang dipeluk oleh warga negara.
b. Tiap pemeluk agama mempunyai kewajiban, hak dan kedudukan yang sama dalam negara dan pemerintahan.
c. Adanya kebebasan yang otonom bagi setiap penganut agama dengan
agamanya itu, apabila terjadi perubahan agama, yang bersangkutan
mempunyai kebebasan untuk menetapkan dan menentukan agama yang ia
kehendaki.
d. Adanya kebebasan yang otonom bagi tiap golongan umat beragama serta
perlindungan hukum dalam pelaksanaan kegiatan peribadatan dan kegiatan
keagamaan lainnya yang berhubungan dengan eksistensi agama masing-
masing.
2. Membangun Kerukunan Umat Beragama
Kerukunan umat beragama merupakan sikap mental umat beragama dalam
rangka mewujudkan kehidupan yang serasi dengan tidak membedakan pangkat,
kedudukan sosial, dan tingkat kekayaan. Kerukunan umat beragama
dimaksudkan agar terbina dan terpelihara hubungan baik dalam
pergaulan antara warga baik yang seagama, berlainan agama maupun dengan
pemerintah.
Kita harus mengembangkan kerukunan beragama dalam kehidupan
sehari-hari, karena dengan kerukunan umat beragama akan tercipta
ketentraman dan kenyamanan. selain itu juga tidak akan ada lagi
pertentangan dan perkelahian antar umat manusia. dan saat kerukunan itu
terwujud maka persatuan bangsa akan terwujud. dan jika persatuan itu
terwujud maka akan menambah kekuatan negara. Adapun Tri Kerukunan umat
beragama di Indonesia yaitu :
1. Kerukunan antar umat seagama (intern umat beragama)
2. Kerukunan antar umat beragama.
3. Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah.
Kerukunan antar umat seagama berarti adanya kesepahaman dan kesatuan
untuk melakukan amalan dan ajaran agama yang dipeluk dengan menghormati
adanya perbedaan yang masih bisa ditolerir. Dengan kata lain dengan
sesama umat seagama tidak diperkenankan untuk saling bermusuhan, saling
menghina, saling menjatuhkan, tetapi harus dikembangkan sikap saliang
menghargai, menghomati dan toleransi apabila terdapat perbedaan, asalkan
perbedaan tersebut tidak menyimpang dari ajaran agama yang dianut.
Kemudian, kerukunan antar umat beragama adalah cara atau sarana untuk
mempersatukan dan mempererat hubungan antara orang-orang yang tidak
seagama dalam proses pergaulan pergaulan di masyarakat, tetapi bukan
ditujukan untuk mencampuradukan ajaran agama. Ini perlu dilakukan untuk
menghindari terbentuknya fanatisme ekstrim yang membahayakan keamanan,
dan ketertiban umum.
BAB III
KETENTUAN UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG WILAYAH, PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA
A. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 25 A
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri
nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan oleh
undang-undang.
Berdasarkan hukum laut internasional wilayah laut Indonesia dapat dibedakan tiga macam sebagai berikut.
a. Zona Laut Teritorial
Batas laut teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari
garis dasar ke arah laut lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai
suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka
garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara
tersebut.
b. Zona Landas Kontinen
Landas kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi
merupakan lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya
kurang dari 150 meter. Indonesia terletak pada dua buah landasan
kontinen, yaitu landasan kontinen Asia dan landasan kontinen Australia.
c. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Zona ekonomi eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah
laut terbuka diukur dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif
ini, Indonesia mendapat kesempatan pertama dalam memanfaatkan sumber
daya laut.
Batas-batas wilayah Indonesia secara geografis :
– Sebelah utara berbatasan dengan Malaysia (darat), sedangkan Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Fhillipina (laut)
– Sebelah barat berbatasan dengan India (laut)
– Sebelah timur berbatasan dengan Papua Nugini (darat dan laut)
– Sebelah selatan berbatasan dengan Timor Leste (darat), Australia (laut)
Deklarasi Djuanda (13 Desember 1957)
– Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan
pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia dengan tidak
memandang luas atau lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah
daratan Negara RI dan dengan demikian merupakan bagian dari pada
perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah
kedaulatan negara RI. Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari
garis-garis yang menghubungkan titik luar pada pulau-pulau Negara RI
akan ditentukan dengan undang-undang
Pengaruh Deklarasi Juanda terhadap wilayah Indonesia :
– Indonesia menganut konsep negara kepulauan yang berciri nusantara
(archipelago satate), yang kemudian diakui dalam Konvensi Hukum Laut PBB
1982 yaitu United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) dan
sudah diratifikasi oleh Indonesia dengan menerbitkan UU No 17 Tahun
1985
– Indonesia memiliki tambahan wilayah seluas 2.000.000 km termasuk sumber daya alam yang dikandungnya
Wilayah daratan Indonesia juga memiliki kedudukan dan peranan yang
sangat penting bagi tegaknya kedaulatan Republik Indonesia. Wilayah
daratan merupakan tempat pemukiman atau kediaman warga negara atau
penduduk Indonesia. Selain wilayah lautan dan daratan, Indonesia juga
mempunyai kekuasaan atas wilayah udara. Wilayah udara Indonesia adalah
ruang udara yang terletak di atas permukaan wilayah daratan dan lautan
Republik Indonesia.
Negara Republik Indonesia masih mempunyai satu jenis wilayah lagi, yaitu
wilayah ekstrateritorial. Wilayah ekstrateritorial yang merupakan
wilayah negara dimana wilayah ini diakui oleh hukum internasional.
Perwujudan dari wilayah ini adalah kantor-kantor pewakilan diplomatik
Republik Indonesia di negara lain.
B. Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara Republik Indonesia.
1. Substansi Pertahanan dan Keamanan Negara Republik Indonesia
Upaya mempertahankan kemerdekaan termaktub ke dalam Undang Undang Dasar
1945 Bab XII tentang Pertahanan Negara (Pasal 30). Kemerdekaan negara
Indonesia dapat dipertahankan apabila dibangun pondasi atau sistem
pertahanan dan keamanan negara yang kokoh, sehingga hal itu harus diatur
dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 yaitu 30 ayat (1) sampai
dengan ayat (5) yang menyatakan sebagai berikut.
a. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
b. Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Indonesia Republik Indonesia, sebagai kekuatan
utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
c. Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut
dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan,
melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
d. Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga
kemanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
e. Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara
Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia didalam menjalankan tugasnya,
syarat- syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan
keamanan diatur dengan undang-undang.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga memberikan gambaran
bahwa usaha pertahanan dan kemanan negara dilaksanakan dengan
menggunakan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
(Sishankamrata). Sistem pertahanan dan kemanan rakyat semesta pada
hakikatnya merupakan segala upaya menjaga pertahanan dan keamanan negara
yang seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana dan
prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan
pertahanan yang utuh dan menyeluruh.
Sistem pertahanan dan keamanan negara yang bersifat semesta bercirikan sebagai berikut.
a. Kerakyatan, yaitu orientasi pertahanan dan kemanan negara diabdikan oleh dan untuk kepentingan seluruh rakyat.
b. Kesemestaan, yaitu seluruh sumber daya nasional didayagunakan bagi upaya pertahanan.
c. Kewilayahan, yaitu gelar kekuatan pertahanan dilaksanakan secara
menyebar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai
dengan kondisi geografi sebagai negara kepulauan.
2. Kesadaran Bela Negara dalam Konteks Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara
Pasal 27 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan
bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara. Ikut serta dalam kegiatan bela negara diwujudkan
dengan berpartisipasi dalam kegiatan penyelenggaraan pertahanan dan
kemanan negara, sebagaimana di atur dalam Pasal 30 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara.
Kesadaran bela negara pada hakikatnya merupakan kesediaan berbakti pada
negara dan berkorban demi membela negara. Upaya bela negara selain
sebagai kewajiban dasar juga merupakan kehormatan bagi setiap warga
negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab dan rela
berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa. Sebagai warga
negara sudah sepantasnya ikut serta dalam bela negara sebagai bentuk
kecintaan kita kepada pada negara dan bangsa.
Kesadaran bela negara banyak sekali cara untuk untuk mewujudkannya,
membela negara tidak harus dalam wujud perang atau angkat senjata,
tetapi dapat juga dilakukan dengan cara lain seperti ikut dalam
mengamankan lingkungan sekitar, membantu korban bencana, menjaga
kebersihan, mencegah bahaya narkoba, mencegah perkelahian antar
perorangan atau antar kelompok, meningkatkan hasil pertanian, cinta
produksi dalam negeri, melestarikan budaya Indonesia dan tampil sebagai
anak bangsa yang berprestasi baik pada tingkat nasional maupun
internasional, termasuk belajar dengan tekun dan mengikuti kegiatan
ekstra kurikuler seperti pramuka dan lain sebagainya.
BAB IV
KEWENANGAN LEMBAGA – LEMBAGA NEGARA MENURUT UUD NRI TAHUN 1945
A. Suprastruktur dan Infrastruktur sistem politik Indonesia
1. Suprastruktur Politik Indonesia
Dalam menjalankan sistem politik dalam suatu negara diperlukan struktur
lembaga negara yang dapat menunjang jalannya pemerintahan. Struktur
politik merupakan cara untuk melembagakan hubungan antara
komponen-komponen yang membentuk bangunan politik suatu negara supaya
terjadi hubungan yang fungsional. Struktur politik suatu negara terdiri
dari kekuatan suprastruktur dan infrastruktur. Struktur politik negara
Indonesia pun terdiri dari dua kekuatan tersebut.
Suprastruktur politik diartikan sebagai mesin politik resmi di suatu
negara dan merupakan pengerak politik yang bersifat formal. Dengan kata
lain suprastruktur politik merupakan gambaran pemerintah dalam arti luas
yang terdiri dari lembaga-lembaga negara yang tugas dan peranannya
diatur dalam konstitusi negara atau peraturan perundang-undangan
lainnya.
2. Inprastruktur Politik Indonesia
Infrastruktur politik adalah kelompok-kelompok kekuatan politik
dalammasyarakatyang turutberpartisipasi secaraaktif. Bahkankelompok-
kelompok tersebut tersebut dapat berperan menjadi pelaku politik tidak
formal untuk turut serta dalam membentuk kebijaksanaan negara. Di
Indonesia banyak sekali organisasi atau kelompok yang menjadi kekuatan
infrastruktur politik, akan tetapi jika diklasifikasikan terdapat empat
kekuatan, sebagai berikut.
a. Partai Politik, yaitu organisasi politik yang dibentuk oleh
sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar
persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan
anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum.
Pendirian partai politik biasanya didorong oleh adanya persamaan
kepentingan, persamaan cita-cita politik dan persamaan keyakinan
keagamaan.
b. Kelompok Kepentingan (interest group), yaitu kelompok yang mempunyai
kepentingan terhadap kebijakan politik negara. Kelompok kepentingan bisa
menghimpun atau mengeluarkan dana dan tenaganya untuk melaksanakan
tindakan politik yang biasanya berada di luar tugas partai politik.
Contoh dari kelompok kepentingan adalah elite politik, pembayar pajak,
serikat dagang, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serikat buruh dan
sebagainya.
c. Kelompok Penekan (pressure group), yaitu kelompok yang bertujuan
mengupayakan atau memperjuangkan keputusan politik yang berupa
undang-undang atau kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah sesuai
dengan kepentingan dan keinginan kelompok mereka. Kelompok ini biasanya
tampil ke depan dengan berbagai cara untuk menciptakan pendapat umum
yang mendukung keinginan kelompok mereka. Misalnya, dengan cara
melakukan demonstrasi, aksi mogok dan sebagainya.
d. Media Komunikasi Politik, yaitu sarana atau alat komunikasi politik
dalam proses penyampaian informasi dan pendapat politik secara tidak
langsung, baik terhadap pemerintah maupun masyarakat pada umumnya.
Sarana media komunikasi ini antara lain adalah media cetak seperti
koran, majalah, buletin, brosur, tabloid dan sebagainya. Sedangkan media
elektronik seperti televisi, radio, internet dan sebagainya. Media
komunikasi diharapkan mampu mengolah, mengedarkan informasi
B. Lembaga-lembaga negara RI menurut UUD NRI Tahun 1945
Garis besar tugas dan wewenang lembaga negara yang merupakan kekuatan suprastruktur politik di Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
a. Anggota MPR terdiri dari DPR dan DPD (Pasal 2 (1) UUD 1945)
b. Anggota MPR berjumlah sebanyak 550 anggota DPD dan berjumlah sebanyak 4 X Jumlah provinsi anggota DPD (UU No. 22 tahun 2003)
c. MPR adalah lembaga negara bukan lembaga tertinggi negara
d. Tugas dan wewenang MPR adalah berwenang mengubah dan menetapkan UUD,
melantik presiden dan/atau wakil presiden dan hanya dapat memberhentikan
presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya menurut UUD (Pasal 3
(1,2,3) UUD 1945).
e. MPR juga memiliki hak dan kewajiban seperti diatur dalam UU Nomor 22
tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
2. Presiden
a. Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat dalam satu pasangan calon (Pasal 6 A(1) UUD 1945).
b. Syarat menjadi presiden lainnya diatur lebih lanjut dalam Undang- Undang pasal 6 (2) UUD 1945 Amandemen.
c. Kekuasaan presiden meliputi menurut UUD 1945 amandemen adalah sebagai berikut.
1) Membuat undang-undang bersama DPR (Pasal 5 (1) dan Pasal 20)
2) Menetapkan peraturan pemeriontah (Pasal 5 (2))
3) Memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat, laut dan udara (Pasal 10)
4) Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain atas persetujuan DPR (Pasal 11)
5) Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12)
6) Mengangkat dan menerima duta dan konsul dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13)
7) Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA (Pasal 14 (1))
8) Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14 (2))
9) Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan (Pasal 15)
10) Membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberikan pertimbangan dan nasehat kepada Presiden (Pasal 16)
11) Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara (Pasal 17)
12) Mengajukan RUU APBN (Pasal 23)
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
a. Anggota DPR dipilih melalui Pemilu (Pasal 19 (1) UUD 1945).
b. Anggota DPR sebanyak 550 orang (UU Nomor 22 tahun 2003).
c. Fungsi DPR adalah fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan (Pasal 20 (1) UUD 1945).
d. Hak anggota DPR adalah hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat (Pasal 20A (2) UUD 1945).
e. Hak anggota DPR hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul/pendapat dan hak imunitas (Pasal 20A (3) UUD 1945).
4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
a. BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri dengan tugas khusus
untuk memeriksa pengelolaan dan bertanggung jawab atas keuangan negara
(Pasal 23E (1) UUD 1945).
b. Hasil pemeriksaan BPK di serahkan kepada DPR, DPD dan DPRD (Pasal 23E (2) UUD 1945).
5. Mahkamah Agung (MA).
a. MA merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman di
samping sebuah Mahkamah Konstitusi di Indonesia (Pasal 24 (2) UUD 1945).
b. MA membawahi peradilan di Indonesia (Pasal 24 (2) UUD 1945).
c. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24
(1) UUD 1945).
6. Mahkamah Konstitusi
a. Mahkamah konstitusi memiliki kewenangan :
1) Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir UU terhadap UUD
2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD.
3) Memutus pembubaran partai politik.
4) Memutus hasil perselisihan tentang Pemilu (Pasal 24C (1) UUD 1945)
5) Memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai pelanggaran Presiden
dan/atau Wakil Presiden menurut UUD (Pasal 24C (2) UUD 1945).
b. Mahkamah konstitusi beranggotakan sembilan orang, 3 anggota diajukan
MA, 3 anggota diajukan DPR dan 3 anggota diajukan presiden.
7. Komisi Yudisial (KY).
a. KY adalah lembaga mandiri yang dibentuk Presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 24B (3) UUD 1945).
b. KY berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung serta menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim (Pasal 24
(1) UUD 1945).
8. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
a. DPD merupakan bagian keanggotan MPR yang dipilih melalui Pemilu dari setiap provinsi.
b. DPD merupakan wakil-wakil provinsi.
c. Anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya, dan selama
bersidang bertempat tinggal di Ibukota negara RI (UU No. 22 tahun 2003).
d. DPD berhak mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah dan yang berhubungan dengan daerah.
C. Tata kelola pemerintahan yang baik
Good governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan
yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi
dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan
pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan
disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi
tumbuhnya aktivitas usaha.
Dalam tatakelola pemerintahan yang baik, terdapat 3 (tiga) unsur pokok yang bersifat sinergis sebagai berikut.
a. Unsur pemerintah yang dipercaya menangani administrasi negara pada suatu periode tertentu.
b. Unsur swasta/wirausaha yang bergerak dalam pelayanan publik.
c. Unsur warga masyarakat (stakeholders).
Menurut Laode Ida (2002), tata kelola pemerintahan yang baik memiliki sejumlah ciri dan karakteristik sebagai berikut.
a. Terwujudnya interaksi yang baik antara pemerintah, swasta, dan
masyarakat, terutama bekerja sama dalam pengaturan kehidupan sosial
politik dan sosio-ekonomi
b. Komunikasi, yakni adanya jaringan multi sistem (pemerintah, swasta,
dan masyarakat) yang melakukan sinergi untuk menghasilkan output yang
berkualitas
c. Proses penguatan diri sendiri (self enforcing process), dimana ada
upaya untuk mendirikan pemerintah (self governing) dalam mengatasi
kekacauan dalam kondisi lingkungan dan dinamika masyarakat yang tinggi
d. Keseimbangan kekuatan (balance of force), di mana dalam rangka
mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development),
ketiga elemen yang ada menciptakan dinamika, kesatuan dalam
kompleksitas, harmoni, dan kerjasama
e. Independensi, yakni menciptakan saling ketergantungan yang dinamis
antara pemerintah, swasta, dan masyarakat melalui koordinasi dan
fasilitasi.
Dalam perkembangan selanjutnya, tata pemerintahan yang baik berkaitan
dengan struktur pemerintahan yang mencakup antara lain sebagai berikut.
a. Hubungan antara pemerintah dan pasar.
b. Hubungan antara pemerintah dan rakyatnya.
c. Hubungan antara pemerintah dan organisasi kemasyarakatan.
d. Hubungan antara pejabat-pejabat yang dipilih (politisi) dan pejabat- pejabat yang diangkat (pejabat birokrat).
e. Hubunganantara lembaga pemerintahandaerahdanpenduduk perkotaan/ pedesaan.
f. Hubungan antara legislatif dan eksekutif.
g. Hubungan pemerintah nasional dan lembaga-lembaga internasional.
Untuk mengimplementasikan tata kelola pemerintahan yang baik diperlukan beberapa persyaratan sebagai berikut.
1) Mewujudkan efisiensi dalam menajemen sektor publik, dengan antara
lain memperkenalkan teknik-teknik manajemen perusahaan di lingkungan
administrasi pemerintah negara, dan melakukan desentralisasi
administrasi pemerintah.
2) Terwujudnya akuntabilitas publik, bahwa semua yang dilakukan oleh
pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
3) Tersedianya perangkat hukum yang memadai, yakni peraturan perundang-
undangan yang mendukung terselenggaranya sistem pemerintahan yang baik
4) Adanya sistem informasi yang menjamin akses masyarakat terhadap
berbagai kebijakan dan atau informasi yang bersumber baik dari
pemerintah maupun dari elemen swasta serta LSM
5) Adanya transparansi dalam pebuatan kebijakan dan implementasinya,
sehingga hak-hak masyarakat utuk mengetahui (rights to information)
keputusan pemerintah terjamin.
D. Partisipasi warga negara dalam sistem politik RI
Partisipasi politik adalah kegiatan yang dilakukan oleh warga negara
baik secara individu maupun kolektif, atas dasar keinginan sendiri
maupun dorongan dari pihak lain yang tujuannya untuk mempengaruhi
keputusan politik yang akan diambil oleh pemerintah, agar keputusan
tersebut menguntungkannya.
Partisipasi politik dapat terwujud dalam bentuk perilaku anggota
masyarakat. Contoh partisipasi dan perilaku politik yang sesuai dengan
nilai dan norma yang berlaku adalah :
a. Di Lingkungan Sekolah
Dalam kehidupan di lingkungan sekolah, setiap siswa dapat menampilkan
pola perilaku politik yang mencerminkan pelaksanaan demokrasi langsung,
antara lain melalui kegiatan sebagai berikut.
1) Pemilihan ketua kelas, ketua OSIS dan ketua organisasi
ekstrakurikuler seperti pramuka, pecinta alam, PMR, paskibra dan
sebagainya.
2) Pembuatan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga OSIS atau organisasi ekstrakurikuler yang diikuti.
3) Forum-forum diskusi atau musyawarah yang diselenggarakan di sekolah.
b. Di Lingkungan Masyarakat
Perilaku politik yang merupakan cerminan dari demokrasi langsung
dapat ditampilkan warga masyarakat melalui beberapa kegiatan antara lain
adalah sebagai berikut.
1) Forum warga.
2) Pemilihan ketua RT, RW, kepala desa, ketua organisasi masyarakat dan sebagainya.
3) Pembuatan peraturan yang berupa anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga bagi organisasi masyarakat, koperasi, RT-RW, LMD dan sebagainya.
Warga masyarakat dapat menampilkan perilaku politiknya yang mencerminkan
pelaksanaan demokrasi tidak langsung melalui penyampaian pendapat atau
aspirasi baik secara lisan ataupun tertulis melalui lembaga perwakilan
rakyat atau melalui media massa seperti koran, majalah dan sebagainya.
Agar dalam pelaksanaan perilaku politik tersebut sesuai dengan aturan,
maka harus diperhatikan berbagai ketentuan seperti berikut.
1) Pancasila dan UUD RI 1945.
2) Peraturan perundang-undangan yang terkait, misalnya undang- undang HAM, undang-undang partai politk dan sebagainya.
3) Peraturan yang berlaku khusus di lingkungan setempat, seperti peraturan RT-RW, Peraturan Desa dan sebagainya.
4) Norma-norma sosial yang berlaku.
c. Di Lingkungan Negara
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, perilaku politik yang dapat
kita tampilkan secara langsung di antaranya melalui kegiatan sebagai
berikut.
1) Pemilihan umum untuk memilih anggota legislatif dan presiden
2) Pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkada)
3) Aksi demonstrasi yang tertib, damai dan santun
Sedangkan perilaku politik yang tidak langsung diwujudkan dengan
penyampaian aspirasi melalui lembaga perwakilan rakyat, partai politik,
organisasi masyarakat dan media massa. Supaya perilaku yang ditampilkan
mencerminkan perilaku politik yang sesuai aturan, maka harus menaati
ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
1) Pancasila
2) UUD RI 1945
3) Undang-Undang seperti Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2002 tentang
Pemilu, Undang-Undang RI Nomor 31 tentang Partai Politik, Undang-Undang
RI Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka
Umum dan sebagainya
4) Peraturan Pemerintah
5) Keputusan Presiden
6) Peraturan Daerah
BAB V
HUBUNGAN STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
A. Desentralisasi atau otonomi daerah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia
1. Desentralisasi
Secara etimologis, istilah desentralisasi berasal dari Bahasa Belanda,
yaitu de yang berarti ‘lepas’, dan ‘centerum’ yang berarti pusat.
Desentralisasi adalah sesuatu hal yang terlepas dari pusat.
Desentralisasi pada dasarnya adalah suatu proses penyerahan sebagian
wewenang dan tanggung jawab dari urusan yang semula adalah urusan
pemerintah pusat kepada badan-badan atau lembaga- lembaga pemerintah
daerah agar menjadi urusan rumah tangganya sehinggga urusan- urusan
tersebut beralih kepada daerah dan menjadi wewenang serta tanggung jawab
pemerintah daerah.
Praktiknya, desentralisasi sebagai suatu sistem penyelenggaraan
pemerintah daerah memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan
desentralisasi, di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Struktur organisasi yang didesentralisasikan merupakan pendelegasian wewenang dan memperingan manajemen pemerintah pusat.
2) Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan.
3) Dalam menghadapi permasalahan yang amat mendesak, pemerintah daerah tidak perlu menunggu instruksi dari pusat.
4) Hubungan yang harmonis dan gairah kerja antara pemerintah pusat dan daerah dapat ditingkatkan.
5) Peningkatan efisiensi dalam segala hal, khususnya penyelenggara pemerintahan baik pusat maupun daerah.
6) Dapat mengurangi birokrasi dalam arti buruk karena keputusan dapat segera dilaksanakan.
7) Bagi organisasi yang besar dapat memperoleh manfaat dari keadaan di tempat masing-masing.
8) Sebelum rencana dapat diterapkan secara keseluruhan maka dapat
diterapkan dalam satu bagian tertentu terlebih dahulu sehingga rencana
dapat diubah.
9) Risiko yang mencakup kerugian dalam bidang kepegawaian, fasilitas, dan organisasi dapat terbagi-bagi.
10) Dapat diadakan pembedaan dan pengkhususan yang berguna bagi kepentingan-kepentingan tertentu.
11) Desentralisasi secara psikologis dapat memberikan kepuasan bagi daerah karena sifatnya yang langsung.
12) Adapun kelemahan desentralisasi, di antaranya adalah sebagai berikut.
13) Besarnya organ-organ pemerintahan yang membuat struktur pemerintahan
bertambah kompleks dan berimplikasi pada lemahnya koordinasi.
14) Keseimbangan dan kesesuaian antara bermacam-macam kepentingan daerah dapat lebih mudah terganggu.
15) Desentralisasi teritorial mendorong timbulnya paham kedaerahan. (p).
Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama karena
16) memerlukan perundingan yang bertele-tele.
17) Desentralisasi memerlukan biaya yang besar dan sulit untuk memperoleh keseragaman dan kesederhanaan.
2. Otonomi Daerah
Berikut adalah beberapa definisi tentang otonomi daerah yang dikemukakan para ahli di antaranya adalah sebagai berikut.
a. C. J. Franseen, mendefinisikan otonomi daerah adalah hak untuk
mengatur urusan-urusan daerah dan menyesuaikan peraturan- peraturan yag
sudah dibuat dengannya.
b. J. Wajong, mendefinisikan otonomi daerah sebagai kebebasan untuk
memelihara dan memajukan kepentingan khusus daerah dengan keuangan
sendiri, menentukan hukum sendiri dan pemerintahan sendiri.
c. Ateng Syarifuddin, mendefinisikan otonomi daerah sebagai kebebasan
atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Namun kebebasan itu terbatas
merupakan perwujudan dari pemberian kesempatan yang harus
dipertanggungjawabkan.
d. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Otonomi Daerah dalam Konteks Negara Kesatuan
Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas
desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan
kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi
daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga
sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang diberdayakan dengan cara
memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata, dan
bertanggung jawab terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali
sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing. Maju atau
tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan untuk
melaksanakan pemerintahan daerah. Pemerintah daerah bebas berkreasi dan
berekspresi dalam rangka membangun daerahnya
4. Nilai, Dimensi, dan Prinsip Otonomi Daerah di Indonesia
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam Undang-Undang Dasar
Negara RI Tahun 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan
otonomi daerah di Indonesia..
a. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak
mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara
(Eenheidstaat), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat,
bangsa, dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara
kesatuan-kesatuan pemerintahan.
b. Nilai Dasar Desentralisasi Teritorial, yang bersumber dari isi dan
jiwa Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan nilai ini pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik
desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan
Titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada daerah kabupaten/kota dengan beberapa dasar pertimbangan sebagai berikut.
a. Dimensi Politik, kabupaten/kota dipandang kurang mempunyai fanatisme
kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya
aspirasi federalis relatif minim.
b. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif.
Kabupaten/kota adalah daerah “ujung tombak” pelaksanaan pembangunan
sehingga kabupaten/kota-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat
di daerahnya
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, prinsip otonomi daerah yang di-anut adalah nyata, bertanggung jawab dan dinamis.
a. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah.
b. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air.
c. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju.
Selain itu terdapat lima prinsip dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
1) Prinsip Kesatuan
Pelaksanaan otonomi daerah harus menunjang aspirasi perjuangan rakya
gunat memperkokoh negara kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteraan
masyarakat lokal.
2) Prinsip Riil dan Tanggung Jawab
Pemberian otonomi kepada daerah harus merupakan otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab bagi kepentingan seluruh warga daerah. Pemerintah
daerah berperan mengatur proses dinamika pemerintahan dan pembangunan di
daerah.
3) Prinsip Penyebaran
Asas desentralisasi perlu dilaksanakan dengan asas dekonsentrasi.
Caranya dengan memberikan kemungkinan kepada masyarakat untuk kreatif
dalam membangun daerahnya
4) Prinsip Keserasian
Pemberian otonomi kepada daerah mengutamakan aspek keserasian dan tujuan di samping aspek pendemokrasian.
5) Prinsip Pemberdayaan
Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya
guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah di daerah, terutama dalam
aspek pembangunann dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk
meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.
B. Kedudukan dan Peran Pemerintah Pusat
Pemerintah pusat dalam pelaksanaan otonomi daerah, memiliki 3 (tiga) fungsi sebagai berikut.
a. Fungsi Layanan (Servicing Function)
Fungsi pelayanan dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat
dengan cara tidak diskriminatif dan tidak memberatkan serta dengan
kualitas yang sama. Dalam pelaksanaan fungsi ini pemerintah tidak pilih
kasih, melainkan semua orang memiliki hak sama, yaitu hak untuk
dilayani, dihormati, diakui, diberi kesempatan (kepercayaan), dan
sebagainya.
b. Fungsi Pengaturan (Regulating Function)
Fungsi ini memberikan penekanan bahwa pengaturan tidak hanya kepada
rakyat, tetapi juga kepada pemerintah. Artinya, dalam membuat
kebijakan lebih dinamis yang mengatur kehidupan masyarakat dan sekaligus
meminimalkan intervensi negara dalam kehidupan masyarakat. Jadi, fungsi
pemerintah adalah mengatur dan memberikan perlindungan kepada
masyarakat dalam menjalankan hidupnya sebagai warga negara.
c. Fungsi Pemberdayaan
Fungsi ini dijalankan pemerintah dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
Masyarakat tahu, menyadari diri, dan mampu memilih alternatif yang baik
untuk mengatasi atau menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.
Pemerintah dalam fungsi ini hanya sebagai fasilitator dan motivator
untuk membantu masyarakat menemukan jalan keluar dalam menghadapi setiap
persoalan hidup.
Pemerintah pusat memiliki kewenangan lain sebagai berikut.
a. Perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro.
b. Dana perimbangan keuangan.
c. Sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara.
d. Pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia.
e. Pendayagunaan sumber daya alam dan pemberdayaan sumber daya strategis.
f. Konservasi dan standarisasi nasional.
Ada beberapa tujuan diberikannya kewenangan kepada pemerintah pusat
dalam pelaksanaan otonomi daerah, meliputi tujuan umum sebagai berikut.
a. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
b. Pemerataan dan keadilan.
c. Menciptakan demokratisasi.
d. Menghormati serta menghargai berbagai kearifan atau nilai-nilai lokal dan nasional.
e. Memperhatikan potensi dan keanekaragaman bangsa, baik tingkat lokal maupun nasonal.
C. Kedudukan dan Peran Pemerintah Daerah
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan
tugas pembantuan. Tugas pembantuan (asas medebewind) adalah
keikutsertaan pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah
yang kewenangannya lebih luas dan lebih tinggi di daerah tersebut. Tugas
pembantuan (medebewind) dapat diartikan sebagai ikut serta dalam
menjalankan tugas pemerintahan. Dengan demikian, tugas pembantuan
merupaka kewajiban-kewajiban untuk melaksanakan peraturan- peraturan
yang ruang lingkup wewenangnya bercirikan tiga hal berikut.
a. Materi yang dilaksanakan tidak termasuk rumah tangga daerah-daerah otonom untuk melaksanakannya.
b. Dalam menyelenggarakan tugas pembantuan, daerah otonom memiliki
kelonggaran untuk menyesuaikan segala sesuatu dengan kekhususan
daerahnya sepanjang peraturan memungkinkan.
c. Dapat diserahkan tugas pembantuan hanya pada daerah-daerah otonom saja.
Dalamhalpembagianurusanpemerintahan, Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa pemerintahan daerah
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan menjadi urusan
pemerintah pusat.
Beberapa urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota meliputi beberapa hal berikut.
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan.
b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang.
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum.
e. Penanganan bidang kesehatan.
f. Penyelenggaraan pendidikan.
g. Penaggulangan masalah sosial.
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan.
i. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah.
j. Pengendalian lingkungan hidup.
k. Pelayanan pertanahan.
Kewenangan pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah
dilaksanakan secara luas, utuh, dan bulat yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi pada semua aspek
pemerintahan. Indikator untuk menentukan serta menunjukkan bahwa
pelaksanaan kewenangan tersebut berjalan dengan baik, dapat diukur dari 3
tiga indikasi berikut.
a. Terjaminnya keseimbangan pembangunan di wilayah Indonesia, baik berskala lokal maupun nasional.
b. Terjangkaunya pelayanan pemerintah bagi seluruh penduduk Indonesia secara adil dan merata.
c. Tersedianya pelayanan pemerintah yang lebih efektif dan efisien.
Sebaliknya, tolok ukur yang dipakai untuk merealisasikan ketiga
indikator di atas, aparat pemeritah pusat dan daerah diharapkan memiliki
sikap sebagai berikut.
a. Kapabilitas (kemampuan aparatur), (b). Integritas (mentalitas),
b. Akseptabilitas (penerimaan), dan
c. Akuntabilitas ( kepercayaan dan tanggung jawab).
D. Hubungan Struktural dan Fungsional Pemerintah Pusat dan Daerah
1. Hubungan Struktural Pemerintah Pusat dan Daerah
Dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia terdapat dua cara yang
dapat menghubungkan antara pemerintah pusat dan pemeritah daerah. Cara
pertama, disebut dengan sentralisasi, yakni segala urusan, fungsi,
tugas, dan wewenang penyelenggaraan pemerintahan ada pada pemerintah
pusat yang pelaksanaannya dilakukan secara dekonsentrasi. Cara kedua,
dikenal sebagai desentralisasi, yakni segala urusan, tugas, dan wewenang
pemerintahan diserahkan seluas-luasnya kepada pemerintah daerah.
Terdapat tiga faktor yang menjadi dasar pembagian fungsi, urusan, tugas, dan wewenang antara pemerintah pusat dan daerah.
a. Fungsi yang sifatnya berskala nasional dan berkaitan dengan
eksistensi negara sebagai kesatuan politik diserahkan kepada pemerintah
pusat.
b. Fungsi yang menyangkut pelayanan masyarakat yang perlu disediakan
secara beragam untuk seluruh daerah dikelola oleh pemerintah pusat.
c. Fungsi pelayanan yang bersifat lokal, melibatkan masyarakat luas dan
tidak memerlukan tingkat pelayanan yang standar, dikelola oleh
pemerintah daerah yang disesuaikan dengan kebutuhan serta kemampuan
daerah masing-masing.
Secara struktural hubungan pemerintah pusat dan daerah diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000. Berdasarkan ketentuan tersebut
daerah diberi kesempatan untuk membentuk lembaga-lembaga yang
disesuaikan dengan kebutuhan daerah.
2. Hubungan Fungsional Pemerintah Pusat dan Daerah
Pada dasarnya pemerintah pusat dan daerah memiliki hubungan kewenangan
yang saling melengkapi satu sama lain. Hubungan tersebut terletak pada
visi, misi, tujuan, dan fungsinya masing-masing.
Visi dan misi kedua lembaga ini, baik di tingkat lokal maupun nasional
adalah melindungi serta memberi ruang kebebasan kepada daerah untuk
mengolah dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan kondisi dan
kemampuan daerahnya.
0 comments:
Post a Comment